Powered By Blogger

Thursday, 24 April 2014

PENGECATAN DAN MORFOLOGI MIKROORGANISME


I.     PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, ini akan mempersulit untuk dilihat atau diteliti sekalipun dibawah mikroskop. Hal tersebut disebabkan karena banyak mikroba yang tidak mempunyai zat warna, seperti pada umumnya yang didapatkan pada bakteri. Berbeda dengan mikroalga yang  jelas mempunyai butir-butir atau serat warna dalam selnya. Bakteri yang masih hidup tidak nampak jelas bentuk maupun sifat-sifat morfologi lainnya. Bakteri tunggal, yaitu yang berupa satu sel saja hanya kelihatan bening saja, walaupun bakteri itu diamblkan dari suatu koloni tertentu. Oleh karena itu, untuk memperlihatkan bagian-bagian sel diperlukan pewarnaan.
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur pewarnaan untuk mengamati dengan lebih baik tampang morfologi mikroorganisme secara kasar, mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme, dan membantu mengidentifikasi juga membedakan organisme yang serupa. Sedangkan langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikroba yang diwarnai untuk pemeriksaan mikroskopik antara lain, penempatan olesan atau lapisan tipis spesimen pada kaca objek, fiksasi olesan itu pada kaca objek, serta aplikasi tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial).
Pewarnaan gram ditemukan pada tahun 1884 oleh Cristian Gram, seorang ahli bakteriologi Denmark. Mula-mula sel-sel diwarnai dengan pewarna ungu yang disebut violet kristal. Kemudian preparat itu diberi alkohol atau aseton, yang mencuci violet kristal tadi sel-sel gram negatif. Untuk dapat melihatnya perlu menggunakan warna tandingan dan warna lain (misalnya merah jambu safranin) bakteri yang tidak luntur warnanya oleh alkohol atau aseton itu disebut gram positif.
B.       Rumusan Masalah
1.     Bagaimana cara mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan   bakteri ?
2.     Bagaimana cara mempelajari teknik pembuatan apusan dalam pewarnaan bakteri ?
3.     Bagaimana cara mempelajari tata cara pewarnaan sederhana, pewarnaan negatif dan pewarnaan gram ?

C.     Tujuan
      Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut:
1.     Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri.
2.     Mempelajari teknik pembuatan apusan dalam pewarnaan bakteri.
3.     mempelajari tata cara pewarnaan sederhana, pewarnaan negatif dan    pewarnaan gram.


                                              II.  TINJAUAN PUSTAKA
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur pewarnaan untuk mengamati dengan lebih baik tampang morfologi mikroorganisme secara kasar, mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme, dan membantu mengidentifikasi juga membedakan organisme yang serupa. Sedangkan langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikroba yang diwarnai untuk pemeriksaan mikroskopik antara lain, penempatan olesan atau lapisan tipis spesimen pada kaca objek, fiksasi olesan itu pada kaca objek, serta aplikasi tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial) (Pelczar, 1986).
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, ini akan mempersulit untuk dilihat atau diteliti sekalipun dibawah mikroskop. Hal tersebut disebabkan karena banyak mikrobe yang tidak mempunyai zat warna, seperti pada umumnya yang didapatkan pada bakteri. Berbeda dengan mikroalga yang jelas mempunyai butir-butir atau serat warna dalam selnya. Bakteri yang masih hidup tidak nampak jelas bentuk maupun sifat-sifat morfologi lainnya. Bakteri tunggal, yaitu yang berupa satu sel saja hanya kelihatan bening saja, walaupun bakteri itu diamblkan dari suatu koloni tertentu. Oleh karena itu, untuk memperlihatkan bagian-bagian sel diperlukan pewarnaan (Lud, 2004).
Pewarnaan gram ditemukan bertahun-tahun yang lalu (1884) oleh Cristian Gram, seorang ahli bakteriologi Denmark. Mula-mula sel-sel diwarnai dengan pewarna ungu yang disebut violet kristal. Kemudian preparat itu diberi alkohol atau aseton, yang mencuci violet kristal tadi sel-sel gram negatif. Untuk dapat melihatnya perlu menggunakan warna tandingan dan warna lain (misalnya merah jambu safranin) bakteri yang tidak luntur warnanya oleh alkohol/aseton itu disebut gram positif (Kimball, 1994).
Sel-sel mikroorganisme yang tidak diwarnai umumnya tampak hampir tembus pandang (transparan) bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa sehingga sukar dilihat karena sitoplasma selnya mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan latar belakangnya dapat dipertajam dengan cara mewarnai sel tersebut dengan zat-zat warna. Pemeriksaan morfologi penting untuk mengenal bakteri. Disamping itu, diperlukan juga pengenalan sifat-sifat fisiologisnya, bahkan sifat-sifat fisiologisnya kebanyakan merupakan faktor penentu dalam mengenal nama spesies suatu bakteri. Namun beberapa bakteri yang ditemukan memiliki spesies yang sama. Oleh karena itu banyak bakteri yang memiliki nama bakteri yang sama (Adam, 1992).
Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (kokus, basilus, vibrio, spirilium dan sebagainya) dan baha-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai. Disamping itu dapat pula diamati struktur-struktur tertentu seperti endospora. Berbeda dengan spesimen hidup, sel-sel yang diwarnai terfikasi pada kaca objek sehingga dapat disimpan sebagai dokumentasi untuk jangka waktu lama (Hadioetomo, 1993).
Ada kalanya, setelah suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer, maka semua zat warna terhapus. Ditinjau dari tujuan pewarnaan sudah barang tentu pewarnaan tersebut merupakan kegagalan. Akan tetapi ada juga preparat yang tahan asam encer, misalnya basil-basil TBC dan basil-basil yang berspora. Maka kita katakan, bahwa bateri tersebut adalah bakteri tahan asam; ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesias (Dwidjoseputro, 2005).
Dengan pewarnaan yang baik kita dapat membedakan dengan jelas Basil Tahan Asam (BTA) dari kuman lain, karena BTA terwarnai lebih kuat dari kuman lain. Proses pewarnaan sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara dan zat warna yang dipakai. Zat warna yang tersimpan terlalu lama dapat mempengaruhi hasil pewarnaan. Disamping itu jenis zat warna yang dipakai dan sinar matahari sangat berpengaruh pada penyimpanan sediaan yang telah diwarnai. Sinar matahari akan mempercepat lunturnya warna kuman (Sandjaja, 1992).




III. METODE PRAKTIKUM                                     
A.     Waktu dan Tempat
Pada praktikum kali ini yang berjudul ”Pengecatan dan Morfologi Mikroorganisme” dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 19 April 2014, pada pukul 13.00-17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Unhalu Kendari.
B.     Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu dapat dilihat pada  tabel 1.
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dan fungsinya
No
Nama Alat
Fungsi
1.

2.

3.
4.

5.
6.
7.
8.
Kaca objek dan kaca penutup
Jarum ose

Mikroskop
Lampu spirtus/bunsen

Pipet tetes
Kamera
Alat tulis
Tissu
Untuk meletakan dan menutup sampel pengamatan.
Untuk mengambil atau menggores medium biakan.
Untuk mengamati bakteri.
Untuk sterilisasi secara fisik dan untuk memijarkan ose.
untuk megambil larutan.
Untuk mengambil gambar.
Untuk menulis hasil pengamatan.
Untuk mengeringkan alat-alat yang digunakan.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dan fungsinya
No
Nama Bahan
Fungsi
1
2

3
4
5
6
Aquades steril
Alkohol

Kristal violet dan safranin
Iodine/lugol
Kultur (biakan) murni bakteri
Sebagai zat pelarut/larutan pemucat.
Untuk membersihkan kaca objek sebelum pewarnaan.
Sebagai zat pewarna.
Sebagai zat pewarna.
Sebagai sampel pengamatan.
Sebagai obyek pengamatan.

C.     Prosedur Kerja
1.      Pengecatan Negatif (Asam)
Ø  Mengambil 2 kaca objek, memberi 1 tetes nigrosin pada bagian ujung kanan salah satu kaca objek
Ø  Mengambil sedikit biakan bakteri dengan ose secara aseptik, mencampur dengan tinta cina diatas kaca onjek
Ø  Tempat salah satu sisi kaca objek yang ada pada campuran ini kemudian gesekkan tinta cina dan biakan bakteri tersebar merata membentuk apusan tipis dipermukaan kaca objek pertama
Ø  Membiarkan preparat mengering di udara, jangan dipanaskan atau disentuhkan kertas saring
Ø  Mengamati apusan dengan menggunakan minyak imersi dibawah mikroskop
Ø  Menggambar dan memberi keterangan mengenai apa yang tampak dibawah mikroskop.
2.      Pengecatan Langsung (Basa/Positif)
Ø  Membuat apusan dari masing-masing biakan bakteri
Ø  Meneteskan larutan zat warna biru metilen atau karbol fuksin dan membiarkannya selama 30 detik
Ø  Mencuci dan mengeringkan  dengan hati-hati dengan kertas saring
Ø  Menetesi apusan yang telah diwarnai dengan minyak emersi lalu amati dengan mikroskop pada pembesaran 100X
Ø  Menggambar bentuk sel dari masing-masing biakan berikut warnanya
3.      Pewarnaan Gram
Ø  Membuat apusan dari tiap biakan bakteri lalu Meneteskan pewarnaan dasar larutan kristal violet dan membiarkannya selama 1-2 menit
Ø  Mencuci kelebihan zat pewarna dengan air mengalir
Ø  Menetesi apusan yang telah dicuci dengan iodin atau lugol dan biarkan 1-2 menit dan Memberi larutan pemucat selama 10-20 detik
Ø  Mencuci apusan dengan air mengalir dan mengeringkannya dengan kertas saring
Ø  Mengamati apusan dibawah mikroskop, menggambar dan memberi keterangan.



B.  Pembahasan
Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5 – 1 mikron dan panjang hingga 10 mikron. Ini berarti jasad renik ini sangat tipis hingga bisa menembus cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan ini disebut pengecatan bakteri.
Pengecatan gram meliputi 4 tingkatan yaitu: pemberian cat utama, pengintensifan cat utama, pencucian (deklorisasi), dan pemberian cat penutup. Pengecatan gram termasuk pengecatan diferensial karena dapat membedakan bakteri-bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif yaitu bakteri yang mengikat cat utama dengan kuat, sehingga tidak dapat dilunturkan oleh peluntur dan tidak diwarnai lagi oleh cat lawan. Sedangkan bakteri gram negatif yaitu bakteri yang dayanya mengikat cat utama tidak kuat, sehingga dapat diliunturkan oleh cat lawan. Selain dari kedua jenis bakteri tersebut, terdapat pula bakteri yang bersifat gram variabel. Bakteri-bakteri ini mempunyai sifat intermedier antara gram positif dan negatif, yaitu  kadang bersifat gram positif dan kadang pula bersifat gram negatif.
Perbedaan bakteri gram positif dan negatif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : pertama, perubahan keasaman dimana jika pH dari bakteri tersebut turun, maka kemungkinan bersifat  bakteri yang bersifat gram positif berubah menjadi negatif dan sebaliknya jika pH naik gram negatif menjadi gram positif. Kedua, penyimpangan cara pengecatan misalnya pencucian yang terlalu lama menyebabkan bakteri gram positif menjadi negatif. Ketiga, faktor medium dimana jika bakteri gram positif yang lemah terlalu lama ditumbuhkan dalam medium yang mengandung bahan yang mudah difermentasi dapat berubah menjadi gram negatif. Keempat, umur bakteri dimana bakteri-bakteri gram positif yang telah tua atau kekurangan makan dapat berubah menjadi gram negatif. Kelima, perlakuan khusus.
Pada mekanisme pengecatan gram, sifat gram terutama ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimia membran sel dan membran sitoplasmanya. Dinding sel dan membran sitoplasma bakteri-bakteri gram positif mempunyai afinitas yang besar terhadap kompleks cat kristal violet dan yodium, sedang afinitas pada bakteri gram negatif sangat kecil. Perbedaan sifat fisik dan kimia dinding sel dan membran sitoplasma ini memegang peranan penting dalam menentukan sifat gram. Tetapi sampai beberapa jauh pengaru tersebut belum diketahui dengan jelas lalu difiksasi dengan spiritus. Pada waktu pengecatan, larutan kristal violet dan yodium menembus sel-sel bakteri gram positif maupun sel bakteri gram negatif. Pada sel bakteri gram positif, zat-zat ini mambentuk suatu senyawa yang sukar larut, juga tidak larut dalam peluntur. Hal ini tidak terjadi pada bakteri gram negatif, akibatnya cat dapat dilunturkan. Pada pemberian cat penutup (cat lawan) sel bakteri gram positif tidak diwarnai, sedang sel bakteri gram negatif diwarnai sehingga warnanya kontras terhadap cat utama.
Bakteri yang masih hidup tidak nampak jelas bentuk maupun sifat-sifat morfologi lainnya. Bakteri tunggal, yaitu yang berupa satu sel saja hanya kelihatan bening saja, walaupun bakteri itu diambilkan dari suatu koloni tertentu. Oleh karena itu, untuk memperlihatkan bagian-bagian sel diperlukan pewarnaan. Untuk memperlihatkan inti atau bahan inti ada pewarnaan tersendiri, untuk melihat flagel ada cara lain lagi; demikian pulan untuk melihat spora ada cara yang khusus untuk itu saja. Misalnya, pewarnaan inti disebut juga pewarnaan secara feulgen. Pewarnaan yang lain adalah cara Giemsa, pewarnaan secara Gram, secara Neisser dan masih banyak lagi. Mikroorganisme sangat sukar dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya. Dengan alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme atau latar belakangnya. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga mikroorganisme tersebut terlihat kontras dengan sekelilingnya.
Seperti yang telah diketahui yaitu pewarnaan sederhana terdiri atas pewarnaan basa atau pewarnaan langsung (positif), pewarnaan asam atau pewarnaan tak langsung (negatif) dan pewarnaan gram yang bertujuan untuk mengamati bentuk morfologi dari bakteri. Pada pewarnaan basa (positif) menggunakan larutan methilen blue sebagai zat warnanya untuk memberi warna pada bakteri yang akan diamati di bawah mikroskop, sedangkan pada pewarnaan asam (negatif) menggunakan tinta cina atau nigrosin untuk memberi warna pada lingkungan disekitar mikroba.
Berdasarkan hasil pengamatan pewarnaan basa (langsung atau positif) tampak bakteri dengan bentuk morfologinya berbentuk kokus. Selain bentuk bakteri tersebut, terlihat variasi-variasi yang dibentuk oleh bakteri tersebut, seperti morfologi bakteri yang dibentuk oleh bakteri berbentuk kokus (bulat), yakni bakteri berbentuk monokokus (bakteri yang terdapat hanya satu bakteri saja). Sedangkan pada pengamatan pewarnaan asam (tak langsung atau negatif) tampak bakteri berbentuk kokus (bulat). Pada pewarnaan gram, yang ditemukan adalah bakteri gram negatif yang berbentuk kokus.



















V. PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari hasil pengamatan pada praktikum ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.     Secara kimiawi, zat pewarna sel bakteri terdiri dari komponen organik yang   mengandung cincin benzena, dilengkapi dengan gugus kromofor dan auksokrom.
2.     Teknik-teknik pengecatan morfologi bakteri diantaranya yaitu pengecatan sederhana, dan pengecatan diferensiasi .
3.     Pada pewarnaan basa (langsung atau positif) pada bakteri 10-5, terdapat jenis bakteri yang berbentuk kokus (bulat). Sedangkan pada pewarnaan asam (tak langsung atau negatif) pada bakteri 10-5, terdapat satu jenis bakteri, yakni bakteri berbentuk kokus. Pengecatan gram meliputi 4 tingkatan. Pertama, pemberian cat utama dimana digunakan larutan cat crystal violet warna ungu. Kedua, pengintesifan cat utama dengan menambahkan larutan mordan (JKJ). Ketiga, pencucian (deklorisasi) dengan menggunakan larutan alkohol. Dan keempat adalah pemberian cat penutup (cat lawan, counterstain) dengan menggunakan larutan safranin yang berwarna merah.




B.     Saran
Adapun saran saya pada praktikum kali ini yaitu sebaiknya para praktikan memberikan penjelasan tentang materi yang akan diparaktekkan sehingga pelaksanaan praktikum akan lebih lancar.



















DAFTAR PUSTAKA
Adam. 1992. Dasar-Dasar Mikrobiologi dan Parasitologi. FK-UI Press. Jakarta.

Dwidjosoeputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek “Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium”. Gramedia. Jakarta.

Kimball, John W. 1994. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Pelczar, J. Michael. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Sandjaja,B. 1992. Isolasi dan Identifikasi Mikrobakteria. Widya medika. Jakarta.

Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.



Monday, 14 April 2014

Ilmuwan Berdebat Soal Makhluk Apa yang Pertama Kali Bernafas


 Banyak peneliti meyakini sebelum adanya kehidupan yang mengandalkan fotosintesis, telah ada mahluk bersel satu yang hidup tanpa fotosintesis. Mereka mengandalkan pembakaran senyawa kimia.

Namun, di kalangan peneliti, masih terdapat perbedaaan soal siapa yang pertama kali memanfatkan oksigen untuk mendukung kehidupan. Sebagian peneliti yakin meningkatnya kadar oksigen di Bumi baru muncul pada 2,5 miliar tahun lalu. Peristiwa ini sering disebut Great Oxidation atau Oksidasi Besar.

Teori selama ini mengatakan peristiwa Oksidasi Besar ditandai dengan berkembangnya ganggang biru-hijau (cyanobacteria) yang mengevolusi fotosintesis dan mulai membuang oksigen. Cyanobacteria mengubah sinar matahari menjadi gula dan mengeluarkan oksigen sebagai limbah. Peneliti ini beranggapan cyanobacteria merupakan organisme pertama yang bernafas di Bumi.

Sementara banyak peneliti juga meyakini adanya organisme yang mengevolusi fotosintesis muncul pada 3 miliar tahun lalu.

Tapi, melansir Live Science Senin 24 Maret 2014, penelitian terbaru menunjukkan cyanobacteria muncul jauh sebelum adanya peristiwa lonjakan oksigen tersebut.

Hal ini dibuktikan oleh studi terbaru tim ahli geokimia Universitas Yale yang dipimpin Noah Planavsky. Tim ini menemukan adanya elemen yang mendukung fotosintesis pada batuan berusia 2,95 miliar tahun di Afrika Selatan .

Batuan pada Pangola Supergorup yang terletak di laut dangkal itu, kata Planavsky, ditemukan jejak kimia. Temuan itu menunjukkan cyanobacteria  menghasilkan oksigen pada permukaan air laut.

"Penelitian kami menunjukkan ada produksi cyanobacteria lokal di lautan," jelas dia.

Sementara studi berbeda oleh ilmuwan lain dengan objek batuan yang sama, menemukan isotop kromium guna memperkirakan tingkat oksigen atmosfer 3 miliar tahun lalu. Hasil studi ini menunjukkan tingkat oksigen atmosfer sekitar 100 ribu kali lebih tinggi dari reaksi kimia non biologis.

"Keduanya cukup melengkapi. Kami membuktikan independen kehadiran cyanobacteria. Kami melacak proses permukaan laut, dan mereka melacak proses di Bumi," ujar Planavsky.

Lonjakan Oksigen
Meski teknik pelacakan logam pada batuan itu dianggap masih perlu divalidasi, temuan dua studi itu memunculkan perdebatan baru, Lantas siapa pertama kali memunculkan lonjakan oksigen di Bumi ini?.

Mengenai hal ini muncul dua bukti. Pertama kadar oksigen melonjak dalam kurun 500 juta tahun saat cyanobacteria pertama kali evolusi fotosintesis an peristiwa Great Oxidation.

Sedangkan teori peneliti lain berpikir, Bumilah yang berperan meningkatkan kadar oksigen, mengikuti pertumbuhan benua. Teori ini berlandaskan pada erosi kerak Bumi dan perubahan alami gunung berapi, benua yang lebih besar berarti menghasilkan erupsi besar yang gilirannya memuntahkan gas ke atmosfer. Pergeseran geologi itu, bisa mendorong atmosfer Bumi terhadap oksigen dalam hal evolusi cyanobacteria.

"Apa yang benar-benar menarik dalam hal ini yakni peran relatif evolusi biologi melawan evolusi geologi, dalam sejarah Bumi. Itulah yang mendorong penelitian kami," ujar Planavsky.

Wednesday, 9 April 2014

REFLEKS PADA MANUSIA


I.          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sistem saraf pusat pada tubuh berfungsi sebagai puasat utama dalam mengatur dan mengendalikan tubuh. Pengaturan dan pegendalian tersebut melalui sistem informasi dalam bentuk muatan listrik, penyampai informasi tersebut dilakukan oleh sistem saraf tepi. Sistem sarf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang ( Medulla Spinalis ).
Pada otak dan sumsum tulang belakang diselaputi oleh membran, disebut meningens. Meningens terdiri dari 3 lapisan, yaitu dari arah luar ke dalam, masing-masing yaitu durameter yakni selaput luar yang kuat terdiri dari jaringan ikat fibrosa, arachnoid yaitu lapisan tengah terdiri dari jaringan ikat yang halus, dan piameter yaitu lapisan yang paling dalam dan sangat tipis terdiri dari jaringan fibrosa transparan.
Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan baik, diperlukan adanya koordinasi. Pada manusia dan sebagian besar hewan, koordinasi dilakukan oleh sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon. Semua gerak pada manusia berada di bawah kendali saraf, karena ada 2 jenis saraf yaitu sensorik dan motorik. Maka gerakpun ada yang dapat dikendalikan oleh kesadaran kita dan juga berada diluar kesadaran kita. Olehnya itu pada prktikum ini akan dilakukan pengamatan terhadap manusia untuk mengetahui berbagai jenis gerak refleks yang ada pada manusia baik secara sadar maupun gerak refleks diluar kesadaran manusia.
B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum ini adalah bagaimana refleks yang terjadi pada manusia dan refleks apa sajakah yang terdapat pada gerak refleks manusia?

C.   Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah untuk mengetahui berbagai jenis refleks pada manusia.

D.   Manfaat Praktikum
Manfaat pada praktikum ini adalah dapat mengetahui berbagai jenis refleks pada manusia












II.       TINJAUAN PUSTAKA
Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan baik, diperlukan adanya koordinasi. Pada manusia dan sebagian besar hewan, koordinasi dilakukan oleh sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormone. Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan- perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan. Sistem saraf mempunyai tiga fungsi utama, yaitu menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus; memproses informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan (Winda, 2011).
Unit terkecil penyusun sistem saraf adalah sel saraf disebut neuron. Setiap satu sel saraf (neuron) terdiri atas bagian utama yang berupa badan sel saraf, dendrit, dan akson. Badan sel saraf adalah bagian sel saraf yang paling besar, di dalamnya terdapat nukleus dan sitoplasma, di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi membangkitkan energi untuk membawa rangsangan. Pertemuan antara serabut saraf dari sel saraf yang satu dengan serabut saraf dari sel saraf yang lain disebut sinapsis. Pada setiap sinapsis terdapat celah sinapsis. Sinapsis juga sebagai penghubung antara ujung akson salah satu sel saraf dengan ujung dendrite sel saraf yang lain. Pada bagian ujung akson terdapat kantong yang disebut bulbus akson (Goenarso, 2005).

 Menurut fungsinya, neuron dibedakan menjadi tiga macam yaitu neuron sensorik, neuron motorik, dan neuron asosiasi. Neuron sensorik juga disebut sel saraf indra, karena berfungsi meneruskan rangsang dari peneri-ma (indra) ke saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Badan sel saraf ini bergerombol membentuk ganglia, akson pendek, dan dendritnya panjang. Neuron motorik (sel saraf penggerak) berfungsi membawa impuls dari pusat saraf (otak) dan sumsum tulang belakang ke otot. Sel saraf ini mempunyai dendrit yang pendek dan akson yang panjang. Neuron asosiasi atau sel saraf penghubung banyak terdapat di dalam otak dan sumsum tulang belakang. Neuron tersebut berfungsi menghubungkan atau meneruskan impuls dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik (Esa, 2008).
Sistem saraf manusia bagaikan jaringan telepon yang berfungsi sebagai alat komunikasi. Impuls yang merambat melalui saraf sampai ke pusat susunan saraf sebagai pengontrol akan mengoordinasikan kegiatan tubuh.Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Otak merupakan pusat koordinasi dalam tubuh manusia. Bagian-bagian otak meliputi otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebelum), otak tengah (mesensefalon), dan sumsum lanjutan (medulla oblongata) (Cartono, 2004).
Suatu gerakan terjadi biasanya diawali dengan adanya rangsangan. Gerakan yang terjadi ada yang kita sadari sebelumnya dan ada yang kita sadari setelah terjadinya gerakan. Berdasarkan hal tersebut, gerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gerak biasa dan gerak refleks (Nurdiani, 2009).


III.      METODE PRAKTIKUM

A.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 20 April 2012, pukul 07.30 WITA sampai dengan selesai dan bertempat di Laboratorium Lanjut Biologi FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari.
B.   Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Kegunaan pada praktikum Refleks Manusia.
No
Nama Alat
Fungsi
1.
Pemukul kayu karet
Untuk memukul bagian organ tubuh.
2.
Senter
Untuk mengetahui kerja refleks mata.
3.
Alat tulis menulis
Untuk mencatat data pengamatan.
4.
Pulpen/ pensil
Untuk mengetahui kerja resfleks pupil mata.

Bahan  yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel  2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum Refleks Manusia.
No
Nama Bahan
Fungsi
1.
Probandus/manusia
Sebagai objek pengamatan






C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu :
a.       Refleks tendon miotatik
1.      Pelaku duduk di atas meja dengan kaki terjuntai bebas. Memukul ligamentum pateralis dengan pemukul pemukul, mengamati yang terjadi.
2.      Mengalihkan perhatian pelaku pada objek tertentu, kemudian memukul ligamentum pateralisnya. Membandingkan respon dengan perlakuan pertama.
b.      Refleks susperficialis
Refleks kornea : menyentuh kornea dengan ujung kapas dan mengamati respon yang terjadi.
c.       Refleks organik
1.      Refleks fato-pupil
-       Pelaku menghadap ke sumber cahaya dengan mata tertutup selama +/- 2 menit.
-       Segera setelah mata dibuka, mengamatai yang terjadi pada ukuran pupil mata setelah beberapa detik.
2.      Refleks akomodasi pupil
-       Pelaku mengamati suatu objek yang jauh +_20 meter pada keadaan cahaya cukup terang, memeperhatikan pupilnya, kemudian secara tiba-tiba pelaku diminta melihat objek (misal pensil) dengan jarak dekat +_20 centimeter dari mata dan mengamati perubahan pupilnya.
3.      Refleks konvergensi
-     Pelaku diminta melihat objek yang jauh, Mengamati posisi pupilnya, kemudian pelaku diminta melihat objek yang dekat dan mengamti pula posisi pupilnya.
4.      Refleks menelan
-     Menelan ludah kemudian menelan lagi dan menelan terus dengan cepat. Mengamati perilaku menelan dengan terus menerus, dan membandingkan dengan menelan air minum.




















IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Refleks Tendon.

No.

Probandus
Refleks tendon

Refleks superficialis

Dengan melihat

Tanpa melihat
1.
Ld. Adi Parman
Menghindar
Terangkat
Berkedip
2.
Citra ariani
Terangkat
Bergerak
Berkedip
3.
Titin
Tarangkat
Bergerak
Berkedip

Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Refleks Organik.

No.

Probandus
Refleks Organik

Refleks Ciliospinal
Refleks foto-pupil
Refleks akomodasi pupil
1.
Ld. Adi Parman
Membesar lalu mengecil
Membesar lalu mengecil
Memebesar
2.
Citra ariani
Membesar lalu mengecil
Membesar lalu mengecil
Membesar
3.
Titin
Membesar
Mengecil lalu membesar
Membesar


Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Refleks Konfergensi.

No

Probandus
Refleks Konfergensi
Objek jauh
Objek dekat
1.
Ld. Adi Parman
Membesar
Mengecil
2.
Citra ariani
Membesar
Mengecil
3.
Titin
Membesar
Mengecil


Tabel 4. Hasil Pengamatan pada Refleks Menelan.
No
Probandus
Refleks Menelan
Ludah
Air
1.
Ld. Adi Parman
Tersendak
Lancar
2.
Citra ariani
Tersendak
Lancar
3.
Titin
Tersendak
Lancar

B.     Pembahasan
Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan baik, diperlukan adanya koordinasi. Pada manusia dan sebagian besar hewan, koordinasi dilakukan oleh sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon. Dalam bab ini hanya akan dibahas dua di antaranya, yaitu sistem saraf dan sistem indra. Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan- perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan.
Sistem saraf mempunyai tiga fungsi utama, yaitu menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus memproses informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan. Unit terkecil penyusun sistem saraf adalah sel saraf disebut neuron. Setiap satu sel saraf (neuron) terdiri atas bagian utama yang berupa badan sel saraf, dendrit, dan akson. Badan sel saraf adalah bagian sel saraf yang paling besar, di dalamnya terdapat nukleus dan sitoplasma, di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi membangkitkan energi untuk membawa rangsangan.
Dendrit adalah serabut-serabut yang merupakan tonjolan sitoplasma dan berfungsi untuk menjalarkan impuls saraf menuju ke badan sel saraf. Dendrit merupakan percabangan dari badan sel saraf yang biasanya berjumlah lebih dari satu pada setiap neuron. Menurut fungsinya, neuron dibedakan menjadi tiga macam yaitu neuron sensorik, neuron motorik, dan neuron asosiasi. Neuron sensorik juga disebut sel saraf indra, karena berfungsi meneruskan rangsang dari peneri-ma (indra) ke saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Badan sel saraf ini bergerombol membentuk ganglia, akson pendek, dan dendritnya panjang. Neuron motorik (sel saraf penggerak) berfungsi membawa impuls dari pusat saraf (otak) dan sumsum tulang belakang ke otot. Sel saraf ini mempunyai dendrit yang pendek dan akson yang panjang. Neuron asosiasi atau sel saraf penghubung banyak terdapat di dalam otak dan sumsum tulang belakang. Neuron tersebut berfungsi menghubungkan atau meneruskan impuls dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik.
Sistem saraf manusia bagaikan jaringan telepon yang berfungsi sebagai alat komunikasi. Jika kita menelepon seseorang suaranya akan merambat melalui kabel telepon ke pusat pengontrol telepon. Suaramu itu kemudian pindah ke kabel lain yang menghubungkannya dengan telepon orang yang kita tuju. Cara yang sama itulah impuls merambat melalui saraf sampai ke pusat susunan saraf sebagai pengontrol akan mengoordinasikan kegiatan tubuh.
Otak merupakan pusat koordinasi dalam tubuh manusia. Otak terdapat di dalam rongga tengkorak, tepatnya di depan sumsum tulang belakang, dan diselubungi oleh selaput. Selaput yang menyelubungi otak disebut selaput meninges. Selaput ini dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu lapisan terluar yang melekat pada tulang (duramater), lapisan tengah yang berbentuk sarang laba-laba (arachnoid), dan lapisan dalam yang melekat pada permukaan otak (piamater). Antara arachnoid dan piamater terdapat ruang berisi cairan yang merupakan pelindung otak, jika terjadi benturan. Bagian-bagian otak meliputi otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebelum), otak tengah (mesensefalon), dan sumsum lanjutan (medulla oblongata).
Otak besar manusia mempunyai beberapa bagian dengan fungsi masing-masing. Otak besar bagian belakang merupakan pusat penglihatan, sedangkan bagian samping merupakan pusat pendengaran. Bagian tengah otak besar merupakan pusat pengatur kepekaan kulit dan otot yang berhubungan dengan rangsang panas, dingin, sentuhan, serta tekanan. Pada bagian tengah dan belakang otak besar terdapat daerah sebagai pusat perkembangan kecerdasan, sikap, kepribadian, dan ingatan. Fungsi otak kecil manusia adalah sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan sebagai pusat koordinasi kerja otot ketika bergerak. Otak kecil terdiri atas dua bagian, yaitu bagian kiri dan kanan. Kedua bagian tersebut dihubungkan oleh jembatan varol. Jembatan varol berfungsi untuk menghantarkan impuls otot-otot bagian kanan dan kiri tubuh. Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Bagian atas otak tengah merupakan pusat refleks mata dan pusat pendengaran.
Sumsum lanjutan disebut juga sumsum sambung atau batang otak. Sumsum lanjutan mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai pusat pengatur pernapasan, denyut jantung, suhu tubuh, serta pusat pelebaran dan penyempitan pembuluh darah. Sumsum lanjutan atau sumsum penghubung merupakan penghubung antara otak dengan sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai penghubung impuls yang berasal dari otak serta sebagai pusat gerak refleks. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) menempati rongga tulang belakang dan berbentuk memanjang. Selaput pembungkusnya sama seperti pada otak, terdiri atas duramater, arachnoid, dan piamater.
Sistem saraf simpatik mempunyai simpul saraf atau ganglion di sepanjang tulang belakang sebelah depan, mulai ruas leher terbawah sampai dengan tulang ekor. Tiap simpul saraf saling berhubungan, sehingga menjadi dua deretan, yaitu deretan kiri dan kanan. Tiap simpul dihubungkan oleh sumsum tulang belakang. Dari tiap simpul terdapat saraf yang menuju ginjal, paru-paru, jantung, dan organ-organ lainnya. Fungsi saraf simpatik, antara lain mengerutkan kulit rambut, mempercepat denyut jantung, memperlebar pembuluh darah, dan mempertinggi tekanan darah. Sistem saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang saling berhubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Fungsi saraf parasimpatik berlawanan dengan fungsi saraf simpatik. Fungsi saraf parasimpatik, antara lain mengembangkan kulit rambut, memperlambat denyut jantung, mempersempit pembuluh darah, dan menurunkan tekanan darah.
Suatu gerakan terjadi biasanya diawali dengan adanya rangsangan. Gerakan yang terjadi ada yang kita sadari sebelumnya dan ada yang kita sadari setelah terjadinya gerakan. Berdasarkan hal tersebut, gerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gerak biasa dan gerak refleks. Dengan kata lain gerak terjadi karena adanya perintah dari otak. Gerak yang demikian itu dinamakan gerak biasa
Pada pengamatan praktikum ini dilakukan perlakuan pada beberapa probandus yaitu Adi parman, Citra, dan Titin dengan menggunakan perlakuan refleks tendon, refleks organik mata, refleks konfergensi mata, serta refleks menelan ludah. Pada refleks tendon kaki atau lutut dipukul dengan menggunakan kayu, ketika dengan melihat Citra dan Titin terangkat, serta Adi menghindar. Sedangakan tanpa melihat Adi terangkat dan Titin serta Citra bergerak. Pemukul yang mengenai kaki/lutut merupakan rangsangan (impuls) yang diterima oleh kulit kaki. Impuls tersebut diteruskan oleh neuron sensorik menuju ke sumsum tulang belakang yang segera meneruskannya ke neuronasosiasi. Dari neuron asosiasi, impuls bergerak ke neuron motorik yang kemudian meneruskannya ke otot kaki.
Menurut pusat terjadinya refleks, gerak refleks dibedakan menjadi dua, yaitu refleks otak dan refleks sumsum tulang belakang. Refleks otak, misalnya kejap mata. Jalur refleks mata tidak melalui sumsum tulang belakang, tetapi langsung ke otak. Adapun, otak memberikan tanggapan di luar kendali kemauan sadar manusia. Refleks sumsum tulang belakang, misalnya refleks lutut. Gerak refleks tersebut berpusat pada sumsum tulang belakang.
Indra merupakan “jendela” bagi tubuh untuk mengenal dunia luar. Selain itu, dengan reseptor-reseptor yang ada pada masing-masing alat indra, manusia mampu mengadakan respons yang dapat dipergunakan sebagai upaya proteksi terhadap gangguan-gangguan dari luar tubuh. Indra penglihat manusia berupa mata. Adapun, mata sebagai indra penglihat memiliki bagian-bagian tertentu yang membentuk sistem penglihatan. Mata berbentuk bola, sedikit pipih dari arah depan ke belakang. Bola mata atau biji mata terletak di dalam rongga mata dan dilin-dungi oleh tulang-tulang tengkorak. Bagian luar bola mata dilindungi oleh kelopak mata. Tepat di atas sudut luar mata terdapat kelenjar air mata yang berfungsi membasahi dan membersihkan permukaan mata. Bola mata melekat pada dinding rongga mata melalui tiga pasang otot. Ketiga pasang otot tersebut berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Jika kerja otot mata kanan dan otot mata kiritidak serasi akan terjadi kelainan yang disebut juling.
Pada praktikum ini dilakuakn pengamatan terhadap refleks organik dan refleks konfergensi pada mata dengan memperhatikan perubahan pupil mata yang terjadi pada mata setelah diberikan rangsangan berupa cahaya dan melakukan penglihatan pada objek yang dekat dan objek yang jauh. Pada probandus mengalami refleks fotopupil dari besar menjadi kecil dan refleks akomodasi pupil yang mebesar kemudian mengecil. Hal ini disebabkan rangsangan cahaya yang masuk pada mata ditangkap oleh pupil mata dan disebabkan pula oleh kemampuan mata untuk menangkap cahaya yang masuk sehingga dapat melihat benda yang dekat maupun yang jauh.
Pupil terletak tepat di belakang kornea bagian tengah. Pupil dapat mengalami perubahan ukuran, bergantung dari intensitas cahaya yang masuk ke mata. Perubahan ini terjadi secara refleks. Apabila cahaya sangat terang atau kuat, pupil akan menyempit atau mengalami konstraksi, sebaliknya apabila cahaya redup, pupil akan melebar atau mengalami dilatasi. Pada sekitar pupil terdapat daerah yang mengandung pigmen dan disebut iris. Pigmen inilah yang menyebabkan perbedaan warna mata, hingga ada orang yang bermata biru, hitam, cokelat, hijau, dan sebagainya.
Pada bagian belakang pupil terdapat bagian yang cembung, yaitu lensa. Lensa didukung oleh otot disebut muskulus siliaris (otot daging melingkar). Apabila otot ini mengalami kontraksi akan terjadi perubahan ukuran lensa. Hal itu terjadi apabila kamu melakukan pengamatan cermat yang tertuju pada suatu objek tertentu baik pada jarak yang dekat maupun jauh. Kemampuan lensa mata tersebut dinamakan daya akomodasi mata.
Jika suatu benda terkena cahaya, benda akan memantulkan berkas-berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya tersebut masuk melalui lensa mata serta bagian-bagian lainnya menuju ke retina. Pada mata yang normal, bayangan benda akan jatuh tepat di bintik kuning pada retina. Rangsangan cahaya yang diterima oleh retina tersebut selanjutnya akan diteruskan oleh urat saraf penglihatan ke pusat penglihatan di otak untuk diinterpretasikan atau diterjemahkan. Akhirnya, kita dapat melihat benda tersebut.
Begitu pula halnya pada perlakuan menelan ludah, refleks yang terjadi adalah refleks secara sadar karena dengan melakukan gerakan menelan secara terus menerus menyebabkan kita tersendak akibat berkurangnya air ludah/ saliva pada rongga mulut kita. Sehingga kita berhenti untuk melakukan gerkan menelan ludah. Namun berbeda ketika kita meminum air, refleks menelan kita lebih lancar. Hal ini disebabkan air lebih mudah masuk ke dalam kerongkongan dibanding dengan air ludah.
.

        















V.  PENUTUP
A.       Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.         Gerak refleks pada manusia dapat berupa gerak secara sadar dan tak sadar karena pengaruh saraf motorik dan saraf sensorik.
2.         Gerak secara sadar dapat dipengaruhi oleh kerja saraf pusat yang secara langsung, sedangkan gerak secara tak sadar dilakukan akibat kerja sum-sum tulang belakang.

B.       Saran
Saran yang dapat  diajukan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebaiknya probandus yang digunakan harus yang normal sehingga data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Trimakasih J















DAFTAR PUSTAKA
Buranda, 2008,  Anatomi Umum, Fakultas Kedokteran UNHAS, Makassar.
Idel,  2000,  Biologi Dalam Kehidupan Sehari-hari, Gitamedia,  Jakarta.
Kartolo, 1993,  Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan, DepDikBud, Bandung.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka UtamaJakarta.

Syaifuddin, 2009, Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3, Salemba Medika, Jakarta.